Rabu, 25 Desember 2013

Rasanyaaa...

Rasanya tahun ini (2013) berlalu cepat sekali. Rasanya baru kemarin, kenalan sama orang-orang hebat di jurusanku. Rasanya baru kemarin berkumpul sama teman-teman baru. Rasanya masih nggak bisa percaya. Gimana bisa percaya, dulu tiap liat 'orang-orang itu' dari kejauhan selalu merasa minder, iri, sekaligus kagum, dan tiba-tiba bisa makan bareng ngobrol sambil ketawa-ketawa. Yaaa, aku nggak mengidolakan mereka. Tapi rasanya kayak ikan dari aquarium nyemplung kelaut. Hahaha.

Kalau catatan ini disebut rekam jejak sih bukan juga ya, cuma aku mau cerita tentang tahun 2013. Banyak hal terjadi padaku di tahun ini. Seperti hal-hal lainnya, selalu ada hal baik dan hal buruk, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Tapi ini cukup tentang apa yang aku dapatkan.

Yang pertama, di tahun 2013 ini aku sadar bahwa aku tidak punya tujuan hidup. WOW! Yeah WOW. Aku nggak tau nanti habis kuliah mau gimana dan kemana, aku nggak tau selama kuliah aku mau apa. Yaa, apapun itu, yang penting aku udah sadar. Dan itu, Thanks to EDSA (English Department Student Association) State University of Surabaya.
Hal ini berawal dari kumpul malam tahun baru, kami berenam, siapapun itu, biarlah hanya aku dan Tuhan yang tahu haha, membuat sebuah permainan. "Bagaimana saya dalam pandanganmu?" Itulah pertanyaan yang diajukan. Kami menuliskan jawabannya tanpa nama. Dan kalimat jawaban ajaib, yang baru aku sadari keajaibannya beberapa bulan yang lalu, itu muncul. "Butuh tujuan; just say it." Awalnya, kalimat itu tak berarti apa-apa, tapi setelah aku melalui banyak hal dan pada bulan September aku mengalami kegagalan dalam sebuah acara. Aku sadar arti dari kalimat itu.
Sekarang, aku sedang merancang rencana untuk masa depan. Mau apa, dimana, dan bagaimana. Yaaa, walau aku tahu, sehebat apapun kita punya rencana, Tuhan juga punya rencana.

Yang kedua, di tahun 2013, pertama kalinya aku sadar kekurangan-kekuranganku. Mungkin karena perjalanan kehidupanku sebelumnya penuh dengan rutinitas yang terjadwal, kuliah-pulang-voli-tidur, aku jadi jarang refleksi diri. Aku hanya bertemu orang-orang itu saja dan tak peduli yang lainnya. Setelah melewati banyak kegiatan, berinteraksi dengan banyak orang, berkenalan dengan banyak orang baru, aku sadar banyak hal juga. Mulai dari emosiku, daya pikirku, daya juangku, motivasiku, konsistensi, dan kekurangan-kekuranganku. Semoga kedepannya makin baik.

Yang ketiga, aku sadar, kuliah nggak melulu tentang nilai. Ini entah karena nilai-nilai ku yang anjlok jadi ini kalimat pembelaan, atau karena aku mendapat banyak pengalaman yang tak melulu soal nilai. Hahaha~

Yang ketiga, eh ketiga lagi. Karena aku masuk sistem EDSA, entah kenapa aku jadi sangat peduli. Terlalu peduli mungkin. Dan itu sungguh sangat menyiksaa. Ketika kita peduli terhadap sesuatu, yang pertama kita sangat tersiksa, dan yang kedua kita menikmati siksaan itu. Dan aku juga menyadari betapa apatisnya aku tahun-tahun sebelumnya, heuheu. Dan walaupun aku udah pensiun, aku tetap akan peduli. :)

Yang keempat, ini tentang love life. Aku sadar, tanpanya aku masih bisa hidup, uhuy. :D

Apapun yang sudah terjadi di tahun 2013 semoga tidak menjadi penghalang untuk menjadi lebih baik di tahun berikutnya. Semoga kita bisa menjadikan pelajaran pengalaman tahun 2013 dengan sebaik-baiknya.

Minggu, 22 Desember 2013

Satya Wibawa (4)

Tiba-tiba dia datang.
Membicarakanmu.

"Tolong jangan hubungi dia lagi."
Gadis cantik berambut panjang.
"Jangan kau balas pesannya. Jangan biarkan dia datang kepadamu."

Aku termenung. Dia siapa? Apa maksudnya?

"Aku pacarnya Satya. Jangan ganggu dia." Seolah dia mendengar pikiranku.

Aku tersenyum kecut.

Minggu, 01 Desember 2013

Satya Wibawa (3)

Hai.
Sekarang tanggal 1 Desember 2013. Bisa kau bayangkan? Apapula yang harus kau bayangkan? Sinting aku.
Ini bulanmu. Selamat.

Tapi kau dimana?

Aku menapaki satu tingkat tegel kemudian turun, naik satu lagi, dan turun dengan gerakan diagonal. Tanpa memperhatikan sekitar. Aku tak acuh. Lagipula siapa yang akan memerhatikan gerakanku.

Aku berputar di ubin ke keenam. Turun, diagonal naik, turun lagi, diagonal naik.

Tiba-tiba perhatianku tertambat pada kaki seseorang yang berada di atasku. Kakiku sedang di ubin bawah. Aku tercekat. Tidak bersepatu, jin klombor yang lusuh, yang sudah berganti warna. Aku tercekat. Aku sangat merindukan gerakan jentik-jentik kaki itu. Dia bergerak menggodaku.

"Kau konsentrasi sekali dengan jempol kakiku?"

Aku masih tidak berani menatap si empunya kaki. Aku terdiam. Kenapa aku tak sanggup bergerak?

"Sebegitu merindunyakah kau dengan jempol ini?" Digoyangkannya lagi jempol kaki itu.
Dengan sigap kuinjak kaki-kaki lusuh itu. Dia terdiam. Tak seperti dulu, selalu mengelak.

"Aku selalu suka wangimu."

Tanpa sadar aku tak berjarak dengannya.
Aku mundur selangkah dengan kaget.
Aku masih terdiam, tak menatapnya. Hanya jempol kakinya.

"Hei bang Satya!" Sapa seseorang dari kejauhan.

"Aku kesana dulu ya." Katanya bergerak menjauh.

Hanya itu saja? Tanyaku.

"Apa? Kau sudah kembali?" Tanyanya berbalik badan. "Bentar oi, nanti aku kesana."

Harusnya aku yang bilang begitu.
Harusnya aku yang bertanya begitu.
Harusnya kau tak begitu.
Kini aku berani menatap wajahnya.

Bukan. Sudah. Ya.

Rangkaian lagu yang mengiringi pertemuan kita. Ingat?
Ahaha. Tak perlu diingat. Aku juga lupa.
Sudah, itu saja.

Bukan dengan saya atau dia.
Bukan aku atau mereka.
Ya lihat saja.

Aku yang dicaci.
Mewakili semua dendam yang tersulut karenamu.
Representasi egoisme generasimu.
Ya, cukup aku saja.

Dilihat saja.
Bukan aku, tapi mereka.
Sudah, biarkan mereka mengerti.
Dendam itu takkan terbagi.

Biar mereka rasakan sendiri

Menyeru pada Hijau




Hijau Indonesiaku
Makmur Negeriku
Tentram Rakyatku
Lestari anak cucuku

Penghijauan boleh dikatakan sebagai langkah pertama dalam usaha penyelamatan bumi.

"Penyelematan bumi? Emang bumi mau diserang alien? ah alay."

Ini tidak alay mas dan mbak sekalian. Bukan alien yang akan menghancurkan bumi ini. Melainkan kita sendiri sebagai penghuni tetapnya. Jika kita tidak segera berhenti bersikap apatis terhadap lingkungan.

Bumi sebagai tempat yang paling cocok untuk makhluk hidup hidup, tinggal, beranak pinak ini telah semakin tua, dan tak berdaya. Semakin sering terjadi bencana alam, yang bisa jadi merupakan pertanda bahwa bumi ini memerlukan perawatan yang lebih. Tanah longsor, banjir, dan pemanasan global merupakan sedikit contoh perubahan alam yang diakibatkan ulah manusia. Tanah longsor yang terjadi karena tidak ada yang menahan tanah tetap pada substratnya, serta banjir sebagai akibat tak ada penyerap air hujan. Lihat perbuatan apa saja yang telah manusia lakukan hingga berakibat seperti itu?

Pernahkah anda merasakan bahwa bumi yang kita tinggali ini semakin panas?
Kata Dewi Lestari, manusia merupakan virus paling mematikan bagi Bumi. Bumi menjadi semakin penyakitan dan panas.
Bagaimana bisa? Salah satu definisi ala manusia adalah Global warming. 
Pernah mendengar efek rumah kaca? (Bukan band)
Baiklah, disini akan saya jelaskan sedikit tentang Efek Rumah Kaca.
Efek Rumah Kaca adalah sebutan untuk keadaan bumi yang menyerupai rumah kaca. Tahu kan rumah kaca itu yang bagaimana? Rumah yang menyerap panas matahari dan membuat panasnya terperangkap di rumah tersebut. 

Kenapa panasnya bisa terperangkap? Ya, karena adanya kaca tadi. Kaca memantulkan sinar matahari ke dalam rumah lagi.
Sekarang, bayangkan bumi ini adalah rumah kaca. Dan apakah kacanya? Ya, gas rumah kaca, apa saja itu? Seperti Karbon dioksida, Metan, Nitrous Oksida, yang merupakan hasil dari kegiatan manusia yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batubara) seperti pada pembangkitan tenaga listrik, kendaraan bermotor, AC, serta dari pembakaran dan penggundulan hutan. Jadi, sinar matahari yang seharusnya kembali ke angkasa, malah kembali memantul ke Bumi dan menjadikan bumi panas. Apa hubungan manusia dengan gas-gas itu? Manusia membuat pabrik, menggunakan mesin yang menghasilkan gas-gas yang terakumulasi menjadi "kaca" di langit. Bukan hanya itu, lapisan yang dapat melindungi manusia dari radiasi sinar matahari pun semakin menipis.

Nah, bagaimana cara mengatasinya? Banyak cara mengatasinya, dengan melakukan hal terkecil, mematikan lampu jika siang hari, membuang sampah, mencabut charger baterai jika tidak dipakai hingga melakukan hal-hal lainnya. Kita juga bisa menanam pohon. Dengan menanam pohon, karena pada dasarnya, pohon menyerap gas CO2 yang akan digunakan untuk proses berfotosintesis. Selain itu pohon juga menghasilkan oksigen sebagai hasil proses fotosintesisnya. Yang tentunya oksigen tersebut bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Ada sebuah tulisan mengatakan (entah tulisan siapa, saya lupa, :D)

"Jika ingin menyelamatkan bumi untuk berdekade kedepan, tanamlah pohon.

Tetapi jika ingin menyelamatkan bumi berabad-abad kedepan, didiklah masyarakat."

Menurut saya, jika kita ingin Bumi ini tetap sehat dan terselamatkan tahun tahun mendatang ya didiklah masyarakat agar mengerti urgensinya hutan untuk eksistensi manusia. Entah itu untuk berdekade kedepan atau berabad-abad kemudian. Jika masyarakat sudah paham dan mengerti urgensi dari keselamatan bumi serta penghuninya, tentunya masyarakat akan lebih berdedikasi terhadap bumi dengan menyelamatkan hutan dalam hal ini berperan aktif dalam pencegahan pembalakan liar, menanam pohon, dan menyerukan penghijauan.

Menanam pohon bukan hanya sekadar menanam, tetapi juga merawatnya, dan menjaganya. Menjaga hutan juga merupakan tanggung jawab kita bersama.
Hutan yang semakin hari semakin sempit didaratan pulau jawa merupakan hidup kita nantinya, hidup anak cucu kita. Banyak sekali bahaya yang menerkam hutan-hutan di Indonesia. Dan sekarang wilayah Kalimantan juga sudah menjadi incaran pembalakan liar yang semakin meliar.  Menyelematkannya merupakan tugas dan tanggung jawab kita bersama.
Sebuah film animasi keluaran 20 Century Fox tahun 2013 berjudul "Epic" menggelitik nurani saya, salah satu tokohnya pada sebuah kesempatan berkata "Be patient, Son. The Forest isn't growing in a day." Kemudian dibalas anaknya "But, we can destroy it at once."
Benar sekali bukan? Hutan tidak tumbuh dalam semalam seperti prambanan pesanan Roro Jonggrang, tetapi untuk menghancurkannya, meratakannya menjadi tanah bisa dilakukan 2x24 jam. Menebang pohon untuk menjadikannya lahan pertanian/bisnis serta pembalakan liar untuk keperluan kantong benar-benar harus segera dihentikan. Pemerintah dan Masyarakat seharusnya bahu membahu menjaga kelestarian hutan.

Jangan biarkan hutan hanya akan menjadi dongeng untuk masa depan. Jangan sampai flora yang sekarang masih ada dan nyata tersentuh hanya menjadi lembaran foto-foto di masa depan.

Mari kita tanam pohon, dan selamatkan hutan dari kerakusan manusia.
Mari kita hijaukan bumi kembali.
Dimulai dari sekitar kita lebih penting lagi.
Kemudian bisa mengajak tetangga, dan warga lingkungan sekitar juga lebih bagus lagi.
Kalau bukan kita siapa lagi, :)

Setelah ngalur ngidul saya ngomong soal Efek Rumah Kaca, Gas Rumah Kaca, dan sak balanya, kembali lagi saya mengajak untuk menanam pohon sebagai bentuk pertanggungjawaban, atau bisa dikatakan sebagai usaha kita sebagai penyelamatan Bumi. 

Sabtu, 30 November 2013

Satya Wibawa (2)

Ingat ketika kita membicarakan ide untuk membuat sebuah Harian yang membahas tentang jiwa pemuda. Jiwa-jiwa disorientasi. Ah, hanya sebatas ide ternyata.

Kau menghilang di awal semester genap.
Tak memberi kabar, atau sekadar pamit.
Kemana kau? Aku luntang lantung sendiri. Berkeleleran sendiri. Tak adakah yang mengetahui keberadaanmu? Pada siapa aku harus bertanya? Apakah tak ada seorangpun yang menyadari hilangnya dirimu?

Aku sendiri. Bertanya-tanya pada sepi.


Kamu

kurindu tapi enggan bertemu

kurindu tapi kucaci

kurindu hingga tak bertepi

aku merindukanmu seperti pelangi

aku merindukanmu seperti angin pagi hari

aku enggan bertemu 

bila hanya menambah pilu

bila tatapan itu bukan punyaku

Yang kurindukan, pesan singkat yang menanyakan kabarku. Yang kurindukan, godaan genit tanpa maksud. Kuakui, aku merindukan pemikiran "aneh"mu. Penjelasan-penjelasan yang selalu kau awali dengan pertanyaan. Yang berputar 270 derajat kemudian berotasi. Hingga aku bingung menebaknya. Tapi memang berkorelasi. Kau memang cerdas. Dan aku tahu kau berbeda. Kau memiliki pemikiran yang tak semua orang akan berteriak setuju, dan kau kepala batu.

dan kau kepala batu.

Senin, 25 November 2013

bau

Ciumlah bau busuknya. Cium!! Bau busuk keledai jatuh cinta pada kuda tampan. Ah bukan pekara kuda tampan. Hanya saja, sang kuda sudah beristri pegasus yang mampu terbang. Itu saja.

Keledai. Keledai. Mana mampu kau menyaingi pegasus? Haha. Teriak kecoak.
Aku tak pernah berniat menyaingi pegasus. Kilah sang keledai.
Aku tahu kau mampu Keledai. Sahut si Sapi.
Tapi semua tahu, Keledai memang begitu. Mencintai Kuda tampan, tapi enggan mengakuinya. Pada dirinya sendiri sekalipun.

Keledai akan selalu menjadi keledai yang diselamatkan si Sapi, tak akan pernah terjadi Sang Kuda yang ditunggu menengok untuk menyelamatkannya. Keledai sadar betul.

Jadi, pada akhirnya, biarlah Keledai pergi, tanpa Pegasus tahu, Keledai pernah mencicipi pesona sang Kuda.

Minggu, 24 November 2013

See, You'd better tell him

You had better tell him.

Tell him what?

Yeah you know, something about your feeling

Tell him what i feel is kind a big shit joke. Tell him that i'm madly in love with him? hah. You're kiddin me right?

Why? You scare?

Yes, i am. I'll screw up everything.

It'll be fine. Don't think too much.

No i don't. Because i know him. nothing's gonna be fine if it's him. I know him a lot better than you. don't tell me what I should do about him.

Yeah okay, i know you know him a lot. But you don't know how love works, do you?

Who knows he is in love with you too?

Then, why he didn't tell me?

It's because he's just like you. So simple my dear.


Selasa, 22 Oktober 2013

Pos.pos.pos

Kalimat pertama yang dinyatakan malah "bukan aku."

padahal ada hal lain yang sangat ditunggunya.

namanya.

nama yang disebut.

tapi enggan, gairah itu meghilang.

Lawakan Cinta

Di pinggir jalan, gadis itu tersenyum pada awalnya. Sedangkan lelaki didepannya, hanya menundukkan kepalanya, tersenyum pula, tak berani menatap si lawan jenis  didepannya. Tak tahu apa yang dipikirkannya. 

Mendadak semua kalimat sapaan, basa basi “Hei ka, piye kabar e?” Sirna ditelan gelombang cemas diperutnya.
Hening.

Seolah saling menunggu siapa yang seharusnya memulai membuka pembicaraan. Tak ada yang membuka mulut. Sesungguhnya banyak sekali kalimat yang disusun gadis itu untuk pertemuan ini, tapi kesenyapan ini menelan mereka, seolah menunggu peluit sang starter tanda dimulainya lomba marathon. Mereka merasa itu adalah semenit terlama yang pernah mereka rasakan, kesunyian yang menelan kehangatan. 
Waktu memang relativitas yang menyebalkan. 

Kalimat “koen kok tambah elek wae sih.” Pun tak terucap dari gadis itu sesuai rencana. Dalam kenyataannya, kalimat itu akan terdengar sangat kasar. Ya walaupun lingkungannya tidak berkata demikian. 

“Should we start to say hi now?” Akhirnya gadis itu membuka mulut. 

“Kenapa harus aku dulu sih?” Batinnya geram sekali. 

Dia tak ingin dialah yang memulainya, karena selama ini memang selalu dia, tapi dia juga tipe yang paling tidak betah harus berhadapan dengan orang yang tak tahu harus memulai sapaan darimana. 

Lelaki didepannya hanya tersenyum, senyum paling ngece yang pernah ditunjukkannya.

“Yes, please.” Balas sang lelaki kikuk. Tak ada yang berubah, tetap seperti itu, dari dulu. Lelaki itu bingung harus berkata apa selain itu. Kenapa selalu begini kalau berhadapan dengan seorang gadis, padahal yang berada didepannya adalah teman baiknya. 
Teman baik yang telah lama tidak pernah bertemu. 
Teman baik yang selalu mendengar keluh kesahnya. 
Ya, walaupun tak pernah bertemu.

Sekarang gadis itu bingung lagi, dia tersenyum geli sambil menutup kedua matanya dengan telapak tangannya, kebiasaannya saat tak tahu harus berkata apa.

Si lelaki meliriknya, melihatnya tertawa geli. Bingung. 
Penasaran mengapa temannya itu tersenyum. Senyum yang... Entahlah. Dia tak mengerti.

“Duduk dulu yuk?” Ajak si lelaki, kalimat terpanjang selama 3 menit terlama dalam hidupnya. Dia tak membayangkan pertemuannya akan sekaku ini. Mereka duduk di tempat duduk yang ada di trotoar.

Si gadis berpikir keras, kalimat apa yang seharusnya ditanyakan, bukan karena saking banyaknya pertanyaan, tapi karena mendadak semua kosong, terhapus oleh gelombang gugup. Dia sedang mengaduk-aduk recycle bin otaknya.

“What should we do? Should we just stay like this? Should we speak in Indonesia, or Jawa, or in English? Surabaya or Jogja if we speak in jawa?” Akhirnya serentetan kalimat terucap, tapi malah terkesan seperti kumuran dan omelan.

“Kenapa selalu aku yang mulai?” Tanyanya lagi.
“Aku te ngomong opo? Koen meneng wae.” Lanjutnya. Mangkel. Dia bermonolog. Dia tak mengerti kenapa teman disampingnya tak menjawab pertanyaannya. 
Hanya terdiam.
Sekarang dia berusaha menoleh. Berusaha menatap teman lelaki disampingnya. 
Tapi herannya, yang disampingnya sudah tak ada. 
“Kemana perginya?” Batinnya sesak.
Kenapa tak pamit pula. Semakin mangkel.

Tapi tiba-tiba keadaan berubah, semua yang dilihat gadis tersebut berubah, dia sudah tak berada di tempat pertemuan tadi. Dia berada ditempat yang sangat dikenalnya, didepan rumah teman lelakinya itu, tapi yang keluar dari rumah bukan yang tadi ditemuinya, tapi anak kecil, anak SD, yang tak lain dia sewaktu kecil. Mereka memang teman SD, teman semasa kecil yang tak pernah bertemu setelah dewasa. Tapi setelah anak SD itu melihatnya, herannya si gadis malah berlari, dan bersembunyi. Sesekali dia melihat kearah anak SD, mencarinya, tapi tidak menemukannya. Anak SD itu tak menemukan si gadis.
Semuanya berubah lagi, yang dilihatnya hanyalah atap kamar yang mulai disarangi oleh laba-laba.

***

Aku terbangun. Semuanya hanya mimpi. Bahkan dimimpiku, aku tak berani mengatakan perasaanku. Betapa pengecutnya aku. Ku geledah bawah bantalku, mencari ponsel. Hanya jam digital di screen-nya, tak ada sms dari yang kuimpikan tadi. 

Aku sudah tak mendengar kabarnya selama dua minggu, dan jujur, aku masih saja berharap, suatu saat, saat aku terbangun dari tidurku ada pesan singkat darinya. Hanya harapan, aku tak berani mengiriminya sms lebih dulu. 
Hanya berharap.

“Akankah kita bertemu suatu saat nanti?” Gumamku enggan.


The end

Rabu, 04 September 2013

W

- Gymnopodie No.1 -

Jemarinya panjang, dan rapi mucuk eri. 
Kania sadar benar, laki-laki dihadapannya pasti berbakat bermain piano. Jika dia mau menekuninya.
Tapi, dia sebagai salah seorang mahasiswa keuangan salah satu sekolah tinggi milik negara sudah cukup memukau Kania dengan kecerdasan presentasinya. Kania tak melepaskan sedikitpun pandangannya terhadap lelaki didepannya.
"Baik, ada pertanyaan?" Tanya yang didepan.
Kania mengangkat tangannya.
"Namanya mas siapa?" Ujarnya berani. Dia tak merasa mempermalukan dirinya didepan teman-temannya.
"Rio. Rio Alif Ashakur." Jawabnya dengan senyuman.
Kelas mendadak ramai. 
Sudah tak ada yang memperhatikan lagi. Mereka sibuk dengan dunianya sendiri. Sedang Kania masih terpaku.
Namanya bagus. Gumamnya dalam hati.
Setelah ada sesi tanya jawab, yang dipandangi Kania hanya Rio. 
30 menit telah berlalu, kelas sepi. Rio telah berlalu.
"Ganteng ya tadi mas nya." 
Celotehan temannya langsung ditanggapi dengan anggukan oleh Kania. 
"Namanya juga bagus, Rio." Ujar Kania.
"Loh kan, yang kita masud buka Rio. Tapi yang duduk tadi lho. Raga." Jawab salah seorang temannya.
"Yang mana?" Tanya Kania linglung.
"Lah dia didepan kamu lho tadi. Kamu sih fokus Rio banget." Jawab salah seorang temannya.
Kania hanya tertawa sewajarnya.
"Aku keluar dulu yaa?" Pamit Kania.
"Mau kemana?" Tanya salah seorang temannya.
"Toilet." Jawabnya singkat.
Dia beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan keramaian soal Raga yang lebih menari daripada Rio. Ah Kania tak peduli.
Disusurinya lorong sekolahnya, dan belok kanan. Kemudian menabrak seseorang. Mirip sinetron. 
"Maaf." Kata Kania terbata. 
"Oh iya, gak apa-apa" Jawab yang tertabrak sambil mengulurkan tangannya pada Kania yang terantuk kebelakang. 
Setelah dia berhasil berdiri, dilihatnya siapa yang telah ditabraknya.
Rio.
Hatinya berdebar tak karuan.
Rio berlalu pergi dengan senyuman. Dibalas Kania dengan senyuman. Dia sudah tidak tahu apa lagi yang harus diucapkan. Tetapi ada yang tertinggal. MP4 nya. Dipasang headsetnya.
Hanya instrumen gitar. Tapi merdu didengarkan.
"Eh maaf." Sela Rio. Dia kembali.
Kania berbalik, dan reflek menarik headsetnya dari telinga.
"Ini MP4 saya?" Tanya Rio.
"Oh iya, tadi terjatuh. Maaf." Jawab Kania sambil menyodorkan MP4 milik Rio.
"Terima kasih." Kata Rio sambil berbalik pergi.
"Mm, maaf." Sela Kania.
Rio berhenti dan berbalik. 
"Lagu tadi itu apa judulnya?" Tanya Kania.
"Gymnopodie No.1. Depapepe." Jawab Rio.



Satya Wibawa

Wibawa?
Apa itu wibawa?
Mungkin, wibawa itu adalah sesuatu tentang bagaimana kita bisa mendengarkan tanpa dipaksa, tersenyum tanpa pretensi, dan berbicara tanpa arogansi.
Itu mungkin merupakan gambaran paling singkat dan mudah dipahami tentang konsep wibawa. 
Namamu Satya Wibawa. Dan kau orang yang sangat hidup. Aku tak tahu lagi harus menggambarkanmu dengan kata apa. 
Kau bersemangat, memiliki tujuan, dan terkonsep.
Kau mungkin manusia paling arogan dengan mimpimu hidup tanpa uang.
Dan aku menggilaimu seperti tak pernah tampak manusia segila kau.
Kau tak pernah takut dengan mimpi besarmu. But, I do. 
Itulah mengapa aku perlahan menjauhimu.
Teman-temanmu mengoceh bagaimana aku bisa membuatmu mengingat shalat dan hal keagamaan yang lain. Tapi entah kenapa bersamamu itu bukan impianku. Bersamamu memeluk mimpi-mimpi mu. Ah tidak, ide itu terlalu gila. Aku takut. 
Jalan yang terjal itu mungkin bukan untukku. 
Jalan yang liku itu telah merubuhkan semangatku untuk bersamamu.
Karena aku tahu, kau orang yang berkomitmen sebelum berjanji.
Jadi aku mundur. Sebelum kau berjanji apapun kepadaku.
Aku tak tahan dengan janji-janji. Sekalipun kau lelaki paling visioner yang pernah kutemui.
Karena aku wanita. Aku butuh sekarang. 
Kau tak mampu membuatku yakin bahwa kita akan baik-baik saja tanpa hubungan yang legal.
Menikah.
Yah, itulah konsep legal yang kumaksud. Konsep yang tak terjamah oleh duniamu. Oleh mimpi-mimpi visionermu. Kau tak sanggup mengucapkan janji di depan ayahku.
Setiap hari kutemui kau. Tapi kau tetap keras kepala. Dan aku tetap menggilaimu seperti biasa.
Kau pasti mampu menggaet  banyak mahasiswa baru dari berbagai angkatan dengan pesonamu jika kau mau, sejak dulu. Sejak aku merasakan maba dulu. 
Dan kuyakini kau pasti mampu menarik hati seorang Jasmine jika kau mau. Jasmine, gadis paling banyak memeroleh mawar dari kakak-kakak pemandu dihari penutupan.
Tapi kau, malah tertarik padaku. Mahasiswa apatis yang mampu tidur berdiri selama upacara. Kau memberiku mawar itu. Dan aku hanya dapat satu, yaitu darimu. 
"Kau ingin mengubahku menjadi liberalis?" Tanyaku.
"Kau mau?" Tanya nya balik.
Aku hanya menggeleng ragu. 
Itu bukan pertanyaan bersahabat yang ditujukan kepada seorang senior yang tiba-tiba mendekatimu ketika makan saat hari-hari pengenalan kehidupan kampus bukan?
Dan jika kuingat-ingat, kenapa aku bertanya seperti itu?
Dan dari obrolan saat itu kita jadi sering ngobrol. Bukan karena kita mahasiswa sejurusan, tapi lebih karena kita hobi makan di tempat yang sama, bertemu di saat yang sama, dan membicarakan hal-hal yang sama. Kehidupan kampus yang membosankan. Itu yang kusuka darimu. Seloroh nakal tentang kehidupan kampus, yang kau mengerti benar letak kebusukannya. 

(bukan) Tentang Seseorang

Tak sengaja nyasar di blog nya Wakil ketua BEM UI. Dan di sana, saya membaca sekilas tentang... Entahlah tentang apa. Tapi saya suka.
Itu membuat saya terbangun. Pernah mikir nggak buat apa kita hidup?
Banyak orang, banyak kepala. Dan saya menemukan dia yang berbeda. Atau mungkin saja, saya yang selalu berjalan kearaha yang sama. Lalu tiba-tiba saya menemukan dia.
Banyak orang berkata, hidup itu ini ... hidup saya akan begitu ...
Tapi ketika saya baca blognya. Dia itu... Hidup.
Dia punya konsep, hidup itu untuk mengabdi. Mengabdi pada sang pencipta. Dia punya pemikiran tentang nilai-nilai kehidupan. Dan itu luar biasa (menurut saya) untuk ukuran lelaki seumuran dia. Kami hanya terpaut 1 bulan. Dan saya sendiri belum pernah terpikir seperti itu. Bahwa hidup itu untuk mengabdi.
Mungkin saya bukan siapa-siapa berani-beraninya menulis tentang dia.
Tapi, well, dia membuat saya terbangun.
Dia mengatakan, kita hidup untuk memberi nilai.
"Kalau hanya sekadar hidup. Babi hutan juga hidup. Kalau hanya sekadar bekerja. Kera juga bekerja." Buya hamka.
Hahaha. Betul sekali.
Pernah nggak sih terpikir, kenapa kita dibiarkan untuk menarik nafas di bumi yang hijau ini?
Ya, untuk memberi arti.
Lalu bagaimana kita mengetahui sejauh mana arti hidup kita?
Ya, dengan bertanya, Bagaimana jika aku tak lagi hidup di dunia ini?
Apa yang terjadi di lingkunganku jika aku tak dilahirkan?
Kalau kita tak menemukan jawaban atas pertanyaan tadi.
Mungkin bisa dipastikan, hidup kita belum bermakna.
Ya, walaupun bisa dibilang makna hidup tak bisa diukur dengan hal yang terlalu luas seperti itu.
Tapi kita bisa memulainya dari hal yang terkecil.
Apa yang telah kita lakukan untuk lingkungan sekitar kita.
Entah untuk warga masyarakat, atau lingkungan hidup.
Membaca blog orang sukses terkadang mengantarkan kita pada perasaan mengiri.
Tapi tak ada artinya mengiri. Buatlah arti!
Mari kita terbangun menjadi baru, dan memberi arti untuk sekitar kita.
Pernah terpikir nggak sih? Seseorang hebat sedang bertumbuh, orang-orang seumuran kita sedang terbangun dan membangun mimpi, dan tahu-tahu mereka sudah jauh didepan kita? Dan kita hanya melongo.
Jangan mau kecolongan. Mari memberi arti untuk hidup ini!
Ada banyak jalan menuju roma. Ada begitu banyak jalan dan tujuan pula dalam hidup ini. Tinggal bagaimana kita memilih. Tak apalah jalannya berbeda yang penting tujuannya sama.
Mari memberi arti!

Kamis, 29 Agustus 2013

Erotisme Sesaat

Sungguh erotik, jempol kakimu perlahan menyentuh jempol kakiku. Aku kaku, enggan bergerak. Aku merasakan sensasi yang aneh menjalar keseluruh tubuhku. Jarang sekali kita bersentuhan. Dan sentuhan kali itupun tak secara langsung, kau dan aku sama sama memakai kaos kaki. Kaos kaki hitam kesukaan kita. Kita berbicara. Membicarakan sesuatu yang hanya kita yang mengerti, tersenyum sekadarnya, dan berdebat panjang tentang keyakinanmu. Kau menyebut dirimu tak beragama tapi bertuhan, kau hanya percaya Tuhan, tak percaya agama. Ah, aku semakin tak mengerti tentangmu. Tapi aku menikmatinya, perbincangan hangat diselingi senyum dan sedikit debat sengit yang selalu kau menangkan. 
Mereka tak pernah tahu, karena kupastikan tak ada yang peduli. 
Tapi manusia sekarang lebih senang membicarakan sesama manusia daripada ide-ide gila yang ada di otak mereka. Jika saja mereka mencium aura jatuh cinta, niscaya aku sudah habis oleh cacian dan hinaan mereka. Mereka apa peduli jika yang kunikmati hanyalah perbincangan ide, dan sentuhan sederhana antar jempol kaki yang berkaos kaki. Tapi aku sadar, mereka melaknatku bukan karena kami adalah dua insan yang sedang mencicipi aura cinta. Tetapi lebih karena, mereka mengharamkan cinta bersemi dsitengah perbincangan singkat, sederhana, tapi bermakna ini. Dalam gagasan mereka, lelaki yang memiliki pacar bukanlah seseorang yang bisa di jatuhi cinta secara legal. Ya, begitulah sosial yang tak memandang cinta sebagai sesuatu yang sederhana di mataku. Seolah ada peraturan perundang-undangan yang mengatur warga mana saja yang boleh merasakan cinta. 
Ah, tapi aku lebih penasaran dengan apa yang ada dibenakmu tentang kita. Tentang perbincangan kita. Bagaimana kau bisa tersenyum lebar ketika melihatku tersenyum lebar?
Bagaimana kau hanya terdiam ketika dia yang memilikimu tak rela, diam dalam amarah karena kau sedang melayani kehausan rinduku? 
"Aku ingin bertemu. Ada hal penting, masalah yang kemarin. Ada yang kurang." Ucapku ditelpon. 
Dan aku akan mendengar rengekan manja dia yang kau punya, dan kau hanya mendengus.
"Iya, sebentar lagi aku ke sana."
"Oke, Sori ganggu, Makasih btw." 
Aku berasa tak ikhlas mendengar dengusan itu. Dengusan tak rela meninggalkannya.
Tapi aku sadar lama kelamaan, kaki kita tak lagi bersentuhan. Lamunanku sudah terlalu lama. Lamunan tentang ide kita itu, malah membuatmu sibuk dengan telpon genggammu. Pasti dia. Batinku kesal.
Kau berpindah. Dan erotisme sederhana itu telah berlalu. Walau mengecapnya hanya sebentar, desiran itu tetap ada dan intens terjadi saat kau dengan santainya berjalan kearahku dan memanggil namaku serius. 
Aku tersenyum.
Dan kau tersenyum.
Aku bahagia melihatmu tersenyum karena aku mengajarinya kepadamu. 

Selasa, 27 Agustus 2013

V

-My Immortal-

Malam ini aku ingat.
Aku pernah bercerita kepada bintang. Tanpa sesuatu terucap, tapi banyak kata tersampaikan.
Bintang mengerti.
Bercerita tentang seorang lawan jenis yang berhasil membuat mataku berputar hanya dengan mendengar suaranya.
Suaranya berat, dan memikat.
Dia mengagumi Amy Lee. Dia suka My Immortal.
Dia beralis tebal, bersenyum kecut.
Tawanya renyah dan hanya sekali dalam satu kalimat penuh diakhiri titik.
Dia mengagumi banyak hal yang indah.
Wanita tentunya.
"Tenang saja. Katakan saja." Katanya padaku suatu ketika.
Dan aku hanya tersenyum gupuh.
Mendadak aku menemukan diriku bingung menemukan kata-kata.
Dia lebih cerewet lagi ketika berbicara dengan temannya.
Aku menemukan keasikan tersendiri mendengarnya bercerita, tertawa, dan sesekali hatiku berdegup keras saat kutemui sudut matanya menumbuk mataku.
Aku terdiam.
Aku enggan.
Biarlah dia saja.
Aku cukup.
Aku tak tahu apa-apa saja tentang dia. Tapi ketika aku bersama teman-temanku, aku akan mengarang cerita tentang bagaimana aku sangat dekat dengannya.
Ah Obsesiku.
Ya, obsesiku saja. Karena dia tak kan dimiliki siapa saja.
Walau sejujurnya aku tak cukup hanya mendengar tawanya.
Aku cukupkan.
Aku tak mau jadi koruptor yang cukup ini pun menggurita yang itu.
Miris.
Ketika berpapasan, dia hanya melambaikan tangannya. Tersenyum. Dan berlalu.
Selalu begitu, dengan semua wanita yang dia kenal.
Dan, aku lebih suka menemukannya bersama teman-temannya.
Lebih riang dan tertawa lepas.
Sambil menyapa gadis dengan manja.
Ah dia memang pria.

Besok Ayo Kita Menikah

Aku ingat kau yang mengatakan "Ayo kita pacaran saja."
Dan aku bertanya "Kenapa aku?"
Dan kau menjawab "Karena cuma kamu yang ngerti aku, kamu tau aku, bagaimana aku, dan perilakuku."
Aku berkilah "Bukankah kamu sendiri yang bilang bahwa tak ada yang lebih mengenal kamu selain ibumu."
"Ya, kau nomor dua setelah ibuku tentunya." Jawabmu
"Aku sudah jadi nomor dua setelah ibumu, kenapa tak kau jadikan aku istrimu saja."
Glek.
Itu aku yang menelan ludah. Bukan dia.
Bagaimana mungkin, aku berani mengatakan hal seperti itu.
Aku tak pernah merencanakan mengatakan hal seperti itu.
Sungguh. Itu hanya...
Itu hanya...
Ah entahlah. Aku sendiri juga tak mengerti, mengapa dengan entengnya aku mengatakan itu.
***
Bayangkan saja, betapa tak loncat jantungmu saat ada seorang gadis memintamu menjadikannya istrimu.
Aku hanya tertegun.
Apa dia serius?
Atau hanya bercanda seperti biasanya.
Aku membutuhkan waktu yang lama untuk menemukan jawabannya.
Dan lebih lama lagi memikirkan jawabannya.
Apa aku harus menolaknya secara halus. Tapi bukankah aku yang mulai menawarkan sebuah hubungan dengannya.
Tap pernikahan?
Apa aku siap menikah?
Atau aku harus menghindar dulu dari percakapan ini. Kemudian membalasnya keesokan harinya. Dan menganggapnya bukan apa-apa.
AH pengecutnya aku.
Tapi bagaimana?
***
"Kupastikan dia sedang berpikir sekarang." Ucap Alya teguh.
"Aku bodoh ya bilang begitu? Masa iya, dia ngajak pacaran, akunya malah gitu." Kata Ronan menyesal.
"Ah, jawabanmu itu sudah yang paling tepat. Percayalah. Kalau dia serius, pasti dia menjawabnya juga dengan keseriusan." Jawab Alya sok bijak.
"Tapi kami itu sudah lama berteman." Kilah Ronan.
"Terus kenapa? Kan tambah bagus. Sudah tahu baik buruknya. Percaya deh Nan, Rio akan mengambil keputusan yang tepat." Alya tak berani memastikan bahwa Rio akan memberi jawaban yang diharapkan Ronan.
"Tapi kenapa dia lama? Sudah dua jam nih." Ronan gelisah.
"Kamu pikir itu tidak butuh berpikir." Alya balik lagi.
Ronan terdiam.
Antara menyesal, dan lega.
Dia melamar Rio. Melamar? Ah apa iya?
Tapi Ronan memang bukan tipe yang bisa diajak pacaran. 
Dan setahu Ronan, Rio pun tak pernah pacaran.
Lalu mengapa tiba-tiba Rio mengajak Ronan pacaran?
Apa dia hanya bercanda, dan Ronan yang terlalu menganggapnya serius?
Ah Ronan benar kalut.
*** 

Tertawa seikhlasnya

Ketika seorang teman yang realistis bertanya kepadaku "jadi kamu pacaran kan sama dia?"
Aku bingung menjawabnya. 
Aku hanya tersenyum. Mengingat kamu yang anti dengan kata pacaran.
"Udahlah, gak usah muna. Kamu smsan pake sayang-sayangan, intens pula, gak cuma sekali dua kali dalam sehari, mau apa-apa saling ngabari. Hayo, sekarang apa coba namanya kalo bukan pacaran. Ya kita sama-sama tahu lah." Ocehnya panjang lebar hanya dalam satu tarikan nafas.
Aku tak berani mengatakan apapun.
Aku enggan menjelaskan kepada mereka bahwa aku tak punya status khusus apapun denganmu. Enggan atau mungkin juga gengsi. Mengingat semua temanku sudah punya yang namanya pacar. Aku juga enggan menjelaskan jika mereka nantinya menanyakan kenapa aku tidak pacaran saja denganmu, aku enggan menjelaskan alasannya. Kali ini bukan gengsi, tapi benar-benar MALAS.
Akupun tak tahu hubungan macam apa ini. Aku hanya merasakan, aku suka.

Aku suka kamu


Aku hanya berpikir aku nyaman dengan ini semua, ya tentunya disamping semua curhatanmu tentang seorang temanku.
Gadis.
Kau menyukainya.
Kau menunggunya.
Aku juga begitu.
Menunggumu.
Kemudian temanku yang lain menyahut, tak kalah sengit dan realistis. "Kamu kok bisa ya nyun, hubungan sama teman lama yang kamu aja udah lupa wajahnya, yang kamu aja nggak pernah tahu gimana bentuk wajahnya sekarang. kok bisa ya?"
HAHA. Aku tertawa. dan sekali lagi, aku tertohok.
"Gimana kalo ternyata dia gak seganteng ingatanmu hayo?" Canda yang satunya tak mau kalah mengolokku.
"Aku lebih bersyukur tentunya, jika dia tak seganteng yang kalian mau." Aku berkata sekenanya.
Dan merekapun tertawa bersama, tak terkecuali aku.
Aku tertawa, seikhlasnya.

Terima Kasih

selamat yang sudah menemukan mimpinya.
selamat yang sudah tahu, jalan mana yang akan benar-benar dia jalani.
selamat buat seseorang yang tak akan mundur walau sejengkal untuk kepercayaannya.

Untuk seseorang yang pernah meluangkan waktu untuk menikmati canda sore hari.
Untuk seseorang yang menjejakkan kakinya dimana-mana
merangkai cerita.
Aku bangga untukmu.
Aku bahagia bersamamu.

Bersama sesuatu yang kau sayangi
Memegang teguh apa yang sudah kau percayai
Dan selalu berpikir kau yang selalu benar
Tak apa, karena aku bukan siapa-siapa
Beri aku acuh

Ya, seperti siapalah cinta pertama Romeo
Orang tak peduli
Karena Romeo bersama Juliet.

Akupun begitu, siapalah aku.
Jika Tuhanmu adalah yang tak kan mampu kau sekutu

Coba tebak, walau begitu
Aku tetap merindumu
Lagi dan lagi.

Selasa, 20 Agustus 2013

Problem

Problem isn't something that can run, she stays beside you for you never want to face her. But she's always there, waits for you to face her. Wherever you run, she will always find a bird to send a message to get you back, whatever you do, she always has an idea to cross in your mind. She's just like a baby you found in the street then you have no choice other than take her home, but then, you realize that you don't want her, so you runaway, but your heart says that you have to stay. So, just finish her. That means you have to face her, make a decision, you want to take care of her or send her to orphanage. What you need is a desire to deal with her. Just deal with it. Don't be a coward. 

Sometimes to overcome a problem, one chooses to feel nothing at all than hurt. But, being numb is a coward decision. Feel it, then you will know how to overcome it. Just like falling in love, you have to face the truth that one day you'll have your heart broken. Don't be too comfortable with one condition, because it won't be last forever. Besides, overlong in a comfortable zone doesn't make you grow stronger. It makes a blunt awareness of your attitudes.


There will be always something in your track, and you have to face them in order to become a great person. In the end of story there is a happy ending, but to have a happy ending, you have to overcome so many obstacles. It is good to deal with many obstacles, you will grow up with all wisdom with you. Just, enjoy the journey. But do not forget that life is a choice. 

Problem can be good, and also the opposite. It depends on how you execute it. 

Kamis, 15 Agustus 2013

why are you so unreal?

pernah nggak jatuh cinta sama seseorang yang nggak pernah kita temui?
pernah nggak ngerasain nyaman walau tanpa bertatap muka?
pernah nggak ngerasa percaya, dan cerita segalanya tapi wajahnya tak kita ingat?
pernah ngerasa bodoh udah jatuh cinta sama yang begitu?
pernah nyesel percaya percaya aja sama orang itu?
aku ngerasain sakit, senang, berdebar-debar, dan yang mungkin disebut jatuh cinta seperti kasus itu.
dan aku ngerasa ngambang. bukan seperti orang jatuh cinta, tapi juga patah hati. merasa aneh sendiri dan tak berada di dunia ini.
kenapa rasanya seperti chatting sama simisimi, tapi dia lebih berhati. :')

asal dia tahu, aku tak pernah merasa dia berwujud materi, mungkin hanya energi.
dan aku minta kepada para ilmuwan, membuat alat secanggih alat teleportasi, atau pengkonvert energi menjadi materi. biar dia bisa kusentuh, ah muluk sekali, biar dia bisa ku pandang. karena dia berbodi.
atau opsi lain. aku sudah minta sama Tuhan, supaya dia menjadi sesuatu yang nyata, tak apalah bentuknya kodok, tapi itu tetap dia, dengan pemikiran anehnya dan energi yang membuatku nyaman dan percaya.

jadi, siapapun disana yang mungkin sudah membuat alat teleportasi, atau mungkin Tuhan yang dengan senang hati membagi ilmunya untuk membuat alat pengkonvert energi atau siapa saja -siapa saja- tolong hubungi aku. jangan telepati, kata dewi lestari itu hanya bualan.