Rabu, 04 September 2013

W

- Gymnopodie No.1 -

Jemarinya panjang, dan rapi mucuk eri. 
Kania sadar benar, laki-laki dihadapannya pasti berbakat bermain piano. Jika dia mau menekuninya.
Tapi, dia sebagai salah seorang mahasiswa keuangan salah satu sekolah tinggi milik negara sudah cukup memukau Kania dengan kecerdasan presentasinya. Kania tak melepaskan sedikitpun pandangannya terhadap lelaki didepannya.
"Baik, ada pertanyaan?" Tanya yang didepan.
Kania mengangkat tangannya.
"Namanya mas siapa?" Ujarnya berani. Dia tak merasa mempermalukan dirinya didepan teman-temannya.
"Rio. Rio Alif Ashakur." Jawabnya dengan senyuman.
Kelas mendadak ramai. 
Sudah tak ada yang memperhatikan lagi. Mereka sibuk dengan dunianya sendiri. Sedang Kania masih terpaku.
Namanya bagus. Gumamnya dalam hati.
Setelah ada sesi tanya jawab, yang dipandangi Kania hanya Rio. 
30 menit telah berlalu, kelas sepi. Rio telah berlalu.
"Ganteng ya tadi mas nya." 
Celotehan temannya langsung ditanggapi dengan anggukan oleh Kania. 
"Namanya juga bagus, Rio." Ujar Kania.
"Loh kan, yang kita masud buka Rio. Tapi yang duduk tadi lho. Raga." Jawab salah seorang temannya.
"Yang mana?" Tanya Kania linglung.
"Lah dia didepan kamu lho tadi. Kamu sih fokus Rio banget." Jawab salah seorang temannya.
Kania hanya tertawa sewajarnya.
"Aku keluar dulu yaa?" Pamit Kania.
"Mau kemana?" Tanya salah seorang temannya.
"Toilet." Jawabnya singkat.
Dia beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan keramaian soal Raga yang lebih menari daripada Rio. Ah Kania tak peduli.
Disusurinya lorong sekolahnya, dan belok kanan. Kemudian menabrak seseorang. Mirip sinetron. 
"Maaf." Kata Kania terbata. 
"Oh iya, gak apa-apa" Jawab yang tertabrak sambil mengulurkan tangannya pada Kania yang terantuk kebelakang. 
Setelah dia berhasil berdiri, dilihatnya siapa yang telah ditabraknya.
Rio.
Hatinya berdebar tak karuan.
Rio berlalu pergi dengan senyuman. Dibalas Kania dengan senyuman. Dia sudah tidak tahu apa lagi yang harus diucapkan. Tetapi ada yang tertinggal. MP4 nya. Dipasang headsetnya.
Hanya instrumen gitar. Tapi merdu didengarkan.
"Eh maaf." Sela Rio. Dia kembali.
Kania berbalik, dan reflek menarik headsetnya dari telinga.
"Ini MP4 saya?" Tanya Rio.
"Oh iya, tadi terjatuh. Maaf." Jawab Kania sambil menyodorkan MP4 milik Rio.
"Terima kasih." Kata Rio sambil berbalik pergi.
"Mm, maaf." Sela Kania.
Rio berhenti dan berbalik. 
"Lagu tadi itu apa judulnya?" Tanya Kania.
"Gymnopodie No.1. Depapepe." Jawab Rio.



Satya Wibawa

Wibawa?
Apa itu wibawa?
Mungkin, wibawa itu adalah sesuatu tentang bagaimana kita bisa mendengarkan tanpa dipaksa, tersenyum tanpa pretensi, dan berbicara tanpa arogansi.
Itu mungkin merupakan gambaran paling singkat dan mudah dipahami tentang konsep wibawa. 
Namamu Satya Wibawa. Dan kau orang yang sangat hidup. Aku tak tahu lagi harus menggambarkanmu dengan kata apa. 
Kau bersemangat, memiliki tujuan, dan terkonsep.
Kau mungkin manusia paling arogan dengan mimpimu hidup tanpa uang.
Dan aku menggilaimu seperti tak pernah tampak manusia segila kau.
Kau tak pernah takut dengan mimpi besarmu. But, I do. 
Itulah mengapa aku perlahan menjauhimu.
Teman-temanmu mengoceh bagaimana aku bisa membuatmu mengingat shalat dan hal keagamaan yang lain. Tapi entah kenapa bersamamu itu bukan impianku. Bersamamu memeluk mimpi-mimpi mu. Ah tidak, ide itu terlalu gila. Aku takut. 
Jalan yang terjal itu mungkin bukan untukku. 
Jalan yang liku itu telah merubuhkan semangatku untuk bersamamu.
Karena aku tahu, kau orang yang berkomitmen sebelum berjanji.
Jadi aku mundur. Sebelum kau berjanji apapun kepadaku.
Aku tak tahan dengan janji-janji. Sekalipun kau lelaki paling visioner yang pernah kutemui.
Karena aku wanita. Aku butuh sekarang. 
Kau tak mampu membuatku yakin bahwa kita akan baik-baik saja tanpa hubungan yang legal.
Menikah.
Yah, itulah konsep legal yang kumaksud. Konsep yang tak terjamah oleh duniamu. Oleh mimpi-mimpi visionermu. Kau tak sanggup mengucapkan janji di depan ayahku.
Setiap hari kutemui kau. Tapi kau tetap keras kepala. Dan aku tetap menggilaimu seperti biasa.
Kau pasti mampu menggaet  banyak mahasiswa baru dari berbagai angkatan dengan pesonamu jika kau mau, sejak dulu. Sejak aku merasakan maba dulu. 
Dan kuyakini kau pasti mampu menarik hati seorang Jasmine jika kau mau. Jasmine, gadis paling banyak memeroleh mawar dari kakak-kakak pemandu dihari penutupan.
Tapi kau, malah tertarik padaku. Mahasiswa apatis yang mampu tidur berdiri selama upacara. Kau memberiku mawar itu. Dan aku hanya dapat satu, yaitu darimu. 
"Kau ingin mengubahku menjadi liberalis?" Tanyaku.
"Kau mau?" Tanya nya balik.
Aku hanya menggeleng ragu. 
Itu bukan pertanyaan bersahabat yang ditujukan kepada seorang senior yang tiba-tiba mendekatimu ketika makan saat hari-hari pengenalan kehidupan kampus bukan?
Dan jika kuingat-ingat, kenapa aku bertanya seperti itu?
Dan dari obrolan saat itu kita jadi sering ngobrol. Bukan karena kita mahasiswa sejurusan, tapi lebih karena kita hobi makan di tempat yang sama, bertemu di saat yang sama, dan membicarakan hal-hal yang sama. Kehidupan kampus yang membosankan. Itu yang kusuka darimu. Seloroh nakal tentang kehidupan kampus, yang kau mengerti benar letak kebusukannya. 

(bukan) Tentang Seseorang

Tak sengaja nyasar di blog nya Wakil ketua BEM UI. Dan di sana, saya membaca sekilas tentang... Entahlah tentang apa. Tapi saya suka.
Itu membuat saya terbangun. Pernah mikir nggak buat apa kita hidup?
Banyak orang, banyak kepala. Dan saya menemukan dia yang berbeda. Atau mungkin saja, saya yang selalu berjalan kearaha yang sama. Lalu tiba-tiba saya menemukan dia.
Banyak orang berkata, hidup itu ini ... hidup saya akan begitu ...
Tapi ketika saya baca blognya. Dia itu... Hidup.
Dia punya konsep, hidup itu untuk mengabdi. Mengabdi pada sang pencipta. Dia punya pemikiran tentang nilai-nilai kehidupan. Dan itu luar biasa (menurut saya) untuk ukuran lelaki seumuran dia. Kami hanya terpaut 1 bulan. Dan saya sendiri belum pernah terpikir seperti itu. Bahwa hidup itu untuk mengabdi.
Mungkin saya bukan siapa-siapa berani-beraninya menulis tentang dia.
Tapi, well, dia membuat saya terbangun.
Dia mengatakan, kita hidup untuk memberi nilai.
"Kalau hanya sekadar hidup. Babi hutan juga hidup. Kalau hanya sekadar bekerja. Kera juga bekerja." Buya hamka.
Hahaha. Betul sekali.
Pernah nggak sih terpikir, kenapa kita dibiarkan untuk menarik nafas di bumi yang hijau ini?
Ya, untuk memberi arti.
Lalu bagaimana kita mengetahui sejauh mana arti hidup kita?
Ya, dengan bertanya, Bagaimana jika aku tak lagi hidup di dunia ini?
Apa yang terjadi di lingkunganku jika aku tak dilahirkan?
Kalau kita tak menemukan jawaban atas pertanyaan tadi.
Mungkin bisa dipastikan, hidup kita belum bermakna.
Ya, walaupun bisa dibilang makna hidup tak bisa diukur dengan hal yang terlalu luas seperti itu.
Tapi kita bisa memulainya dari hal yang terkecil.
Apa yang telah kita lakukan untuk lingkungan sekitar kita.
Entah untuk warga masyarakat, atau lingkungan hidup.
Membaca blog orang sukses terkadang mengantarkan kita pada perasaan mengiri.
Tapi tak ada artinya mengiri. Buatlah arti!
Mari kita terbangun menjadi baru, dan memberi arti untuk sekitar kita.
Pernah terpikir nggak sih? Seseorang hebat sedang bertumbuh, orang-orang seumuran kita sedang terbangun dan membangun mimpi, dan tahu-tahu mereka sudah jauh didepan kita? Dan kita hanya melongo.
Jangan mau kecolongan. Mari memberi arti untuk hidup ini!
Ada banyak jalan menuju roma. Ada begitu banyak jalan dan tujuan pula dalam hidup ini. Tinggal bagaimana kita memilih. Tak apalah jalannya berbeda yang penting tujuannya sama.
Mari memberi arti!