Kamis, 17 Juli 2014

Luthfiyah Nurlaela: Kurikulum 2013: Target Implementasi yang Terlalu A...

Luthfiyah Nurlaela: Kurikulum 2013: Target Implementasi yang Terlalu A...: Siang ini, saya sedang nunggu boarding di Bandara Frans Seda, Maumere. Saya membuka tab, cek email, FB, dan baca-baca. Sebuah artikel d...

Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh

Novel ini memberi asupan ilmu untuk kita, bisa dikatakan, orang yang senang membaca buku atau menonton film Science Fiction akan menyukai Novel ini. Ksatria, Puteri, dan Bintang jatuh adalah seri pertama Supernova. Seri berikutnya adalah Akar, Petir, Partikel, Gelombang, dan Intelejensi Embun Pagi. Di Seri pertama ini ada beberapa kisah, diantaranya Pasangan sesama jenis Ruben dan Dhimas, Pasangan dilematis Ferre dan Rana, serta sang Bintang Jatuh, Diva. Novel ini memberikan sensasi tersendiri diantara banyak Novel yang menceritakan Kisah Cinta, maklum ada bahasa-bahasa Science nya.

Novel karya Dee ini memiliki cerita dongeng di dalamnya dengan judul yang sama. Dan saya sangat merasa traumatis ketika membacanya. Berikut ceritanya:

Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh

Ksatria jatuh cinta pada Puteri bungsu kerajaan Bidadari.
Sang Puteri naik ke langit.
Ksatria kebingungan
Ksatria pintar naik kuda dan bermain pedang
tapi tidak tahu caranya terbang.
Ksatria keluar dari kastil untuk belajar terbang pada kupu-kupu.
Tetapi Kupu-Kupu hanya bisa menempatkannya di pucuk pohon.
Ksatria lalu belajar pada burun gereja.
Burung gereja hanya mampu mengajarinya sampai ke atas menara.
Ksatria lalu berguru pada burung elang.
Burung elang hanya mampu membawanya ke puncak gunung.
Tak ada unggas bersayap yang mampu terbang lebih tinggi lagi. 
Ksatria sedih, namun tak putus asa. 
Ksatria memohon kepada angin.
Angin mengajarinya berkeliling mengitari bumi,
lebih tinggi dari gunung dan awan.
Namun sang Puetri masih jauh di awang-awang,
dan tak ada angin yang mampu menusuk langit.
Ksatria sedih dan kali ini ia putus asa. 
Sampai satu malam ada Bintang Jatuh yang berhenti
mendengar tangis dukanya.
Ia menawari Ksatria untuk mampu melesat secepat cahaya.
Melesat lebih cepat dari kilat dan setinggi sejuta langit
dijadikan satu.
Naun kalau Ksatria tak mampu mendarat tepat di Puterinya,
maka ia akan mati.
Hancur dalam kecepatan yang membahayakan, 
menjadi serbuk yang membedaki langit, dan tamat.
Ksatria setuju. Ia relakan kepercayaannya kepada
Bintang Jatuh menjadi sebuah nyawa. 
Dan ia relakan nyawa itu bergantung hanya pada
serpih detik yang mematikan.
Bintang jatuh menggenggam tangannya 
"Inilah perjalanan sbuah Cinta Sejati," ia berbisik,
"tutuplah matamu, Ksatria. Katakan untuk berhenti 
begitu hatimu merasakan keberadaanya."
Melesatlah mereka berdua.
Dingin yang tak terhingga serasa merobek hati Ksatria mungil,
tapi hangat jiwanya diterangi rasa cinta. 
Dan ia merasakannya... "Berhenti!"
Bintang jatuh melongok ke bawah,
dan iapun melihat sesosok puteri cantik yang kesepian.
Bersinar bagai Orion di tengah kelamnya galaksi
Ia pun jatuh hati. 
Dilepaskannya genggaman itu.
Sewujug nyawa yang terbentuk atas cinta dan percaya.
Ksatria melesat menuju kehancuran.
Sementara Sang Bintang mendarat turn untuk mendapatkan 
Sang Puteri.
Ksatria yang malang.
Sebagai balasannya, di langit kutub dilukiskan Aurora.
Untuk mengenang kehalusan dan ketulusan hati Ksatria.

Laki -Laki (ku)

Laki - Laki (ku) begitu inginku. Tapi sayang sekali ya, bukan. 
"Wah, ada fotonya." teriak salah seorang teman. 
"Tapi dari belakang." Batinku jengkel.
Sebegitu inginnya kah diriku melihatmu?

Selasa, 15 Juli 2014

Ingin PKKMB lagi

Unesa, Universitas Negeri Surabaya begitu kepanjangannya. Tak banyak yang mengetahui PTN satu ini, dia lebih terkenal dengan sebutan IKIP Surabaya. Ya, memang dulu adalah IKIP. Sebagai salah satu PTN penggodog calon guru, saya rasa atmosfer penggodogan itu memang begitu terasa. Ilmu menjadi guru, Classroom Discourse, Assessment, Instructional Design, saya lahap habis semuanya. Tak lupa Ilmu Bahasa; Linguistics, Semantics, Pragmatics sudah tamat pula. Juga ilmu skill mulai listening hingga Writing. Serta Ilmu menjadi peneliti; Research Statistics, English Research Methodology sudah saya tahbiskan. Tapi saya merasa masih ada esensi yang kurang dari gelar saya sebagai mahasiswa (Saya belum bachelor lho ya, hehe).