Sabtu, 20 Desember 2014

Satya Wibawa (6)

"You won't believe it. Dia sudah ada yang punya." Teriak Natasa.
"Iya, aku tahu." Balasku sekenanya.
"Dia anak tari, cantik, gemol pisan euy." Tambahnya. "Kamu tahu anaknya yang mana? yang kemarin ngremo di acara kita itu ternyata...."
"Iya, aku tahu." Potongku cepat.
" Kamu ketemu sama dia? Ngobrol?" Tanyanya sambil memperhatikanku.
Kututup bukuku. "Dia nemuin aku." Kataku datar sambil menatapnya. Aku mencoba senatural mungkin. Se fair mungkin, tanpa prasangka. Walau sebenarnya aku ingin mengatakannya sebagai peristiwa "labrakan"
Kalau misal bisa kugambarkan, ekspresi Natasa sangat alay, dia membuka mulutnya lebar-lebar seolah bisa jatuh ke bawah. Bayangkan, alaynya dia jika aku bilang ngelabrak, iya to?
"Trus dia bilang apa?" Tanyanya pada akhirnya.
"Cuma bilang nggak usah ngehubungi satya lagi." Jawabku.
"Emang kamu pernah?"
"Enggaklah, nomer hape aja nggak punya, pin bb apalagi." Jawabku senormal mungkin.
Entah bagaimana aku harus menjelaskan pada orang yang menyebut dirinya pacar satya ini. Aku tak pernah masuk dalam kategori "menggoda" seorang satya. Kami berdua hanya ngobrol dan menertawakan hal yang sama. Tak lebih. Bagaimana mungkin itu bisa dikatakan "menggoda"?
Kenapa dia tidak bisa melihatku sebagai seorang Kenthung atau Ucup, sahabat karib Satya? Kenapa dia harus menganggapku benalu dalam hubungannya?
"Hei! malah bengong" Natasa mulai menghardik.
"Hmm. Apa?" Tanyaku.
"Kamu masih ketemuan sama Satya?" Tanyanya.
"Kadang. Ya kayak biasanya lah."
"Kamu cerita sama Satya?"
"Enggak. Aku sih santai. Cuma penasaran."
"Iya. Aku juga penasaran. Tanyain gih" Ungkap Natasa.
Aku menoleh padanya. Iya? Apa aku punya kuasa untuk bertanya? Sempat terbersit, tapi kami tidak pernah berbicara sejauh itu, love life maksudku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar