Rabu, 04 September 2013

Satya Wibawa

Wibawa?
Apa itu wibawa?
Mungkin, wibawa itu adalah sesuatu tentang bagaimana kita bisa mendengarkan tanpa dipaksa, tersenyum tanpa pretensi, dan berbicara tanpa arogansi.
Itu mungkin merupakan gambaran paling singkat dan mudah dipahami tentang konsep wibawa. 
Namamu Satya Wibawa. Dan kau orang yang sangat hidup. Aku tak tahu lagi harus menggambarkanmu dengan kata apa. 
Kau bersemangat, memiliki tujuan, dan terkonsep.
Kau mungkin manusia paling arogan dengan mimpimu hidup tanpa uang.
Dan aku menggilaimu seperti tak pernah tampak manusia segila kau.
Kau tak pernah takut dengan mimpi besarmu. But, I do. 
Itulah mengapa aku perlahan menjauhimu.
Teman-temanmu mengoceh bagaimana aku bisa membuatmu mengingat shalat dan hal keagamaan yang lain. Tapi entah kenapa bersamamu itu bukan impianku. Bersamamu memeluk mimpi-mimpi mu. Ah tidak, ide itu terlalu gila. Aku takut. 
Jalan yang terjal itu mungkin bukan untukku. 
Jalan yang liku itu telah merubuhkan semangatku untuk bersamamu.
Karena aku tahu, kau orang yang berkomitmen sebelum berjanji.
Jadi aku mundur. Sebelum kau berjanji apapun kepadaku.
Aku tak tahan dengan janji-janji. Sekalipun kau lelaki paling visioner yang pernah kutemui.
Karena aku wanita. Aku butuh sekarang. 
Kau tak mampu membuatku yakin bahwa kita akan baik-baik saja tanpa hubungan yang legal.
Menikah.
Yah, itulah konsep legal yang kumaksud. Konsep yang tak terjamah oleh duniamu. Oleh mimpi-mimpi visionermu. Kau tak sanggup mengucapkan janji di depan ayahku.
Setiap hari kutemui kau. Tapi kau tetap keras kepala. Dan aku tetap menggilaimu seperti biasa.
Kau pasti mampu menggaet  banyak mahasiswa baru dari berbagai angkatan dengan pesonamu jika kau mau, sejak dulu. Sejak aku merasakan maba dulu. 
Dan kuyakini kau pasti mampu menarik hati seorang Jasmine jika kau mau. Jasmine, gadis paling banyak memeroleh mawar dari kakak-kakak pemandu dihari penutupan.
Tapi kau, malah tertarik padaku. Mahasiswa apatis yang mampu tidur berdiri selama upacara. Kau memberiku mawar itu. Dan aku hanya dapat satu, yaitu darimu. 
"Kau ingin mengubahku menjadi liberalis?" Tanyaku.
"Kau mau?" Tanya nya balik.
Aku hanya menggeleng ragu. 
Itu bukan pertanyaan bersahabat yang ditujukan kepada seorang senior yang tiba-tiba mendekatimu ketika makan saat hari-hari pengenalan kehidupan kampus bukan?
Dan jika kuingat-ingat, kenapa aku bertanya seperti itu?
Dan dari obrolan saat itu kita jadi sering ngobrol. Bukan karena kita mahasiswa sejurusan, tapi lebih karena kita hobi makan di tempat yang sama, bertemu di saat yang sama, dan membicarakan hal-hal yang sama. Kehidupan kampus yang membosankan. Itu yang kusuka darimu. Seloroh nakal tentang kehidupan kampus, yang kau mengerti benar letak kebusukannya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar