Minggu, 01 Desember 2013

Satya Wibawa (3)

Hai.
Sekarang tanggal 1 Desember 2013. Bisa kau bayangkan? Apapula yang harus kau bayangkan? Sinting aku.
Ini bulanmu. Selamat.

Tapi kau dimana?

Aku menapaki satu tingkat tegel kemudian turun, naik satu lagi, dan turun dengan gerakan diagonal. Tanpa memperhatikan sekitar. Aku tak acuh. Lagipula siapa yang akan memerhatikan gerakanku.

Aku berputar di ubin ke keenam. Turun, diagonal naik, turun lagi, diagonal naik.

Tiba-tiba perhatianku tertambat pada kaki seseorang yang berada di atasku. Kakiku sedang di ubin bawah. Aku tercekat. Tidak bersepatu, jin klombor yang lusuh, yang sudah berganti warna. Aku tercekat. Aku sangat merindukan gerakan jentik-jentik kaki itu. Dia bergerak menggodaku.

"Kau konsentrasi sekali dengan jempol kakiku?"

Aku masih tidak berani menatap si empunya kaki. Aku terdiam. Kenapa aku tak sanggup bergerak?

"Sebegitu merindunyakah kau dengan jempol ini?" Digoyangkannya lagi jempol kaki itu.
Dengan sigap kuinjak kaki-kaki lusuh itu. Dia terdiam. Tak seperti dulu, selalu mengelak.

"Aku selalu suka wangimu."

Tanpa sadar aku tak berjarak dengannya.
Aku mundur selangkah dengan kaget.
Aku masih terdiam, tak menatapnya. Hanya jempol kakinya.

"Hei bang Satya!" Sapa seseorang dari kejauhan.

"Aku kesana dulu ya." Katanya bergerak menjauh.

Hanya itu saja? Tanyaku.

"Apa? Kau sudah kembali?" Tanyanya berbalik badan. "Bentar oi, nanti aku kesana."

Harusnya aku yang bilang begitu.
Harusnya aku yang bertanya begitu.
Harusnya kau tak begitu.
Kini aku berani menatap wajahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar