Kamis, 29 Agustus 2013

Erotisme Sesaat

Sungguh erotik, jempol kakimu perlahan menyentuh jempol kakiku. Aku kaku, enggan bergerak. Aku merasakan sensasi yang aneh menjalar keseluruh tubuhku. Jarang sekali kita bersentuhan. Dan sentuhan kali itupun tak secara langsung, kau dan aku sama sama memakai kaos kaki. Kaos kaki hitam kesukaan kita. Kita berbicara. Membicarakan sesuatu yang hanya kita yang mengerti, tersenyum sekadarnya, dan berdebat panjang tentang keyakinanmu. Kau menyebut dirimu tak beragama tapi bertuhan, kau hanya percaya Tuhan, tak percaya agama. Ah, aku semakin tak mengerti tentangmu. Tapi aku menikmatinya, perbincangan hangat diselingi senyum dan sedikit debat sengit yang selalu kau menangkan. 
Mereka tak pernah tahu, karena kupastikan tak ada yang peduli. 
Tapi manusia sekarang lebih senang membicarakan sesama manusia daripada ide-ide gila yang ada di otak mereka. Jika saja mereka mencium aura jatuh cinta, niscaya aku sudah habis oleh cacian dan hinaan mereka. Mereka apa peduli jika yang kunikmati hanyalah perbincangan ide, dan sentuhan sederhana antar jempol kaki yang berkaos kaki. Tapi aku sadar, mereka melaknatku bukan karena kami adalah dua insan yang sedang mencicipi aura cinta. Tetapi lebih karena, mereka mengharamkan cinta bersemi dsitengah perbincangan singkat, sederhana, tapi bermakna ini. Dalam gagasan mereka, lelaki yang memiliki pacar bukanlah seseorang yang bisa di jatuhi cinta secara legal. Ya, begitulah sosial yang tak memandang cinta sebagai sesuatu yang sederhana di mataku. Seolah ada peraturan perundang-undangan yang mengatur warga mana saja yang boleh merasakan cinta. 
Ah, tapi aku lebih penasaran dengan apa yang ada dibenakmu tentang kita. Tentang perbincangan kita. Bagaimana kau bisa tersenyum lebar ketika melihatku tersenyum lebar?
Bagaimana kau hanya terdiam ketika dia yang memilikimu tak rela, diam dalam amarah karena kau sedang melayani kehausan rinduku? 
"Aku ingin bertemu. Ada hal penting, masalah yang kemarin. Ada yang kurang." Ucapku ditelpon. 
Dan aku akan mendengar rengekan manja dia yang kau punya, dan kau hanya mendengus.
"Iya, sebentar lagi aku ke sana."
"Oke, Sori ganggu, Makasih btw." 
Aku berasa tak ikhlas mendengar dengusan itu. Dengusan tak rela meninggalkannya.
Tapi aku sadar lama kelamaan, kaki kita tak lagi bersentuhan. Lamunanku sudah terlalu lama. Lamunan tentang ide kita itu, malah membuatmu sibuk dengan telpon genggammu. Pasti dia. Batinku kesal.
Kau berpindah. Dan erotisme sederhana itu telah berlalu. Walau mengecapnya hanya sebentar, desiran itu tetap ada dan intens terjadi saat kau dengan santainya berjalan kearahku dan memanggil namaku serius. 
Aku tersenyum.
Dan kau tersenyum.
Aku bahagia melihatmu tersenyum karena aku mengajarinya kepadamu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar